SERIBU TAHUN
Oleh: Yesy Yohana Sianturi
“G
|
un,
sayangnya kamu ama ku?” Tanya ku dengan sangat manja kepadanya sambil merangkul
tangannya. Seperti biasanya aku selalu menanyakan hal itu kepadanya.
“Sayang,” jawabnya tersenyum kepadaku.
“Cuma sayang aja?” Tanya ku dengan kepala
menunduk dan nada yang mengecil.
“Aku sayang kali… ama Yesyku,” jawabnya
tersenyum sambil mengangkat kepalaku yang tadinya menunduk dan mencium
keningku.
Kini hanya kata-kata itu yang masih
terngiang jelas di telingaku.
Rasa bersalah dan penyesalan terhadapnya
masih saja menghantuiku. Sampai saat ini sedetikpun aku tak bisa menghilangkan
bayangan-bayangannya dari pikiranku, dan itu sangat membuat hatiku sakit oleh
pisau yang ku tancapkan sendiri di hatiku. Mungkin inilah yang harus aku terima
atas keegoisanku setelah aku tetap diam dalam posisiku yang terus menyimpan
sakit hati yang dalam kepadanya. Sakit hati yang seharusnya aku buang jauh dari
hatiku atas tindakan yang ia lakukan terhadapku tanpa ia sengaja. Sakit hati
yang akhirnya membuatku terus dihantui rasa bersalah.
Yaaa, hidupku berubah sejak saat itu.
Sejak aku kehilangan orang yang sangat menyayangiku. Tapi, inilah hidup dan aku
harus terus menjalaninya walau seberat apapun. Aku harus terus berjalan. Dan
aku akan terus menyayanginya dan menyimpan semua kenangan indah bersamanya
sampai seribu tahun kemudian.
*****
Suara ayam jantan berkokok
membangunkanku dari tidurku dan sesegera mungkin aku bersiap-siap untuk
berangkat ke sekolah karena perasaan kangenku kepada orang yang aku sukai di
kelas yang sama denganku sudah tak bisa lagi aku tahan.
Aku Yesy Yohana, teman-temanku biasa
memanggilku dengan Yesy, murid kelas XII ipa1 di SMA Negeri2 Lubukpakam.
Ketika memasuki gerbang sekolah, aku
sudah tak sabar untuk bertemu dengan orang yang aku sukai saat aku melihat dia
di kelas XII. Dia adalah Gunawan Zai, cowo yang bawaannya cuek, sombong dan tak
banyak ngomong di kelas. Dia punya sahabat yang sejak kelas X duduk di kelas
yang sama yaitu Melisa, selain Melisa
ada juga cewe yang dekat dengannya mulai kelas X tetapi di kelas XII ia
tidak sekelas dengan Gunawan yaitu Tita. Dan bisa dibilang Tita ini menyukai
Gunawan juga sama sepertiku.
Seperti biasa sampai di dalam kelas,
aku melihat kursi Gunawan yang berada di sudut belakang kelas untuk memastikan
dia sudah sampai di sekolah atau belum. Ternyata kursinya kosong, dan saat aku
memandangi kursinya dari kursiku tiba-tiba dia datang dan melihatku yang
memandangi kursinya.
“Hei Yes, kamu kenapa? Udah kengen kali
yah sama ku?” tanyanya dengan senyumnya yang sedikit sinis dan itu membuatku
tersadar dari pandanganku di kursinya.
“hah? Iyah, udah kangen kali aku sama
mu,” jawab ku untuk membuatnya sedikit merasa GR.
“oh,” jawabnya dengan ekspersi yang
biasa saja.
Karena merasa malu, akupun segera
berbalik ke depan dan langsung menundukkan kepalaku ke dalam lipatan tanganku.
Bel berbunyi menandakan pelajaran
pertama dimulai. Novita datang dengan nafas yang kuat dan aku tahu kalau dia
sudah terlambat sehingga dia harus secepat mungkin berlari dari gerbang agar
tidak terlambat masuk ke dalam kelas karena guru yang masuk untuk pelajaran
pertama hari ini adalah wali kelas kami yaitu Pak Simangunsong.
“Tumben terlambat?” tanyaku dengan
kepala yang sudah tak menunduk lagi.
“iyah tadi aku terlambat bangun,” jawab
Novita dengan nafas yang masih kuat terhembus dari mulutnya.
*****
Karena perasaan sukaku pada Gunawan
yang tidak bisa ku pendam lagi, akhirnya setiap hari aku mulai mengungkapkan
perasaanku kepada Gunawan dengan cara bercanda terlebih dahulu.
“Hai, Gunawan….ku… sayang,” sapa ku
ketika Gunawan dan Indra teman semejanya masuk ke dalam kelas setelah dari
kantin mereka makan.
“hah?” jawab Gunawan dengan suara yang
keras.
“joy, udah sama si Yesy nya kau
sekarang? Kok gak bilang-bilang kau? Kemek-kemek lah joy!” goda Indra kepada
Gunawan teman semejanya itu yang masih berdiri diam dengan ekspresi terkejut
dan melihat ke arahku.
Dengan tatapan Gunawan yang seperti itu
kepadaku, aku hanya membalasnya dengan senyuman manis yang kupancarkan dari
bibirku.
Aku berpikir dalam hatiku ini adalah
awal yang baik untuk mulai mendekatinya.
Setelah berdiam sebentar di tempatnya
berdiri, lalu dia berjalan kembali ke arah tempat duduknya dengan wajah yang
masih memancarkan rasa terkejut.
Sejak saat itu aku mulai terus
menggodanya dengan rayuan-rayuan gombal yang biasanya kuberikan kepada temanku
Dani.
******
Lama kelamaan, aku dan Gunawan mulai
menjadi sangat dekat. Dimulai dengan aku yang meminta no hpnya dari Melisa
sahabatnya yang juga teman sekelasku.
Setiap malam aku dan Gunawan smsan.
Saat wali kelas kami yaitu Pak Simangunsong sakit, dan baru pulang dari Penang,
kami murid-murid XII ipa1 akan datang menjenguk beliau. Gunawan yang telah berjanji
kepadaku akan memboncengku dengan sepeda motornya menepati janjinya. Saat aku
dan dia naik sepeda motor bersama, semua teman teman sekelas menganggap kami
sudah memiliki hubungan (yaitu pacaran) apalagi sahabat-sahabatnya yang melihat
kami mereka meminta Gunawan untuk mentraktir mereka karna kami sudah pacaran.
Gunawan yang mendengar itu hanya
memberi respon biasa saja. Aku menganggapnya kalau dia itu gak akan memberi
respon yang lebih karena dia tidak terlalu antusias untuk hal yang seperti itu.
*****
Setiap hari di sekolah aku selalu
mengadu kepada Gunawan jika ada teman-temanya yang suka mengejekku atau
mengangguku.
“oh Gun, lihat dulu si Indra masa kata
dia aku jelek,” seruku dengan suara yang manja sambil berlari kepadanya dan
memegang tangannya.
“Jangan Joy,” jawabnya dengan suara
yang pelan sambil tersenyum karna melihat tingkah kuyang sangat manja
kepadanya.
“Is, manja kali. Dah besar pun,” kata
Indra sambil melepaskan tanganku yang sedang memegang tangan Gunawan.
Aku pun menunduk, merasa kalau apa yang
dikatakan Indra adalah benar.
*****
Kata-kata Indra terus terngiang di
telingaku karna bukan hanya sekali atau dua kali saja Indra mengejekku karna
aku terlalu manja terhadap Gunawan.
Tiba-tiba hpku berbunyi, dan yang
memanggil adalah Gunawan.
“hem?” jawabku dengan suara yang lemas.
“kenapa? Kok lemas gini suaramu?” Tanya
Gunawan Kuatir.
“Gun, jawab yang jujur yah?” Tanyaku
untuk memastikan bahwa Gunawan akan menjawabku dengan jujur.
“iyah, kenapa?” tanyanya dengan suara
yang lembut.
Air mataku menetes dan membasahi
pipiku.
“Memang manja kali aku sama mu yah?”
tanyaku dengan suara yang mengecil karna takut jika Gunawan akan mengetahui aku
sedang menangis.
“loh kok nangis? Enggak ah, wajar kalau
cewe itu manja, aku suka kamu yang manja kaya gini, lucu,” jawabnya dengan
suara yang masih tetap lembut seperti biasa kepadaku.
“Benerkan? Kamu gak bohong kan Gun?”
Tanyaku untuk lebih memastikan.
“Enggak, udahlah jangan nangis lagi
nanti jelek,” ucapnya untuk menghiburku.
“Kapan emangnya kamu bilang aku itu
cantik? Gak pernah yah,” jawabku dengan suara yang mulai membesar sambil
menghapus air mataku.
“heheh, iyah yah,” jawabnya dengan
tawanya yang khas.
Sejak saat itu, sifatku yang manja
semakin menjadi-jadi dan Gunawan tetap bersikap seperti seorang kakak terhadap
adiknya yang selalu sabar dengan sifatku itu
Setiap malam kami selalu teleponan atau
smsan karna jika diantara kami tidak memberi informasi satu sama lain maka yang lainnya akan protes.
Semua tentangku, baik itu kejelekan ku
atau tingkahku saat tidur yang suka ngorok dia tidak pernah protes ataupun
merasa jijik melihatku. Karna itulah aku sangat menyayanginya.
*****
Disekolah berita tentang kedekatan kami
sudah tersebar dikelas XII ipa. Sinta temanku yang ada di kelas lain menanyakan
tentang kedekatan hubunganku dengan Gunawan.
“Yes, memang udah dekat kau sekarang
sama Gunawan?” Tanyanya dengan mata yang membesar.
“hem,, iyah.” Jawabku dengan senyum
yang lebar.
“serius, tapi kemaren aku lihat dia ama
Tita di gereja duduk sebelah-sebelahan dan tangan Gunawan merangkul pundak
Tita,” Tanya Sinta untuk memastikan kembali.
“hah, serius? Ah,, jahat kali si
Gunawan. Gak ada dia cerita amaku kalau dia ama Tita di gereja itu sering duduk
bareng,” jawabku kesal.
Tita lewat dengan membawa nasi bungkus
untuk ia makan bersama teman-tamannya karna pada saat itu kami anak kelas XII
sudah mulai les di sekolah.
“Tit, jangan kamu dekatin si Gunawanku
yah,” ucapku dengan suara yang membesar tetapi tetap dengan ekspresi yang ingin
ketawa
“Apa yang kamu bilang, aku gak ada
deketin Gunawan, aku ama di Cuma temanan,” protesnya dengan suara yang keras
dan wajah yang serius.
Aku dan teman-temanku yang melihat itu
tertawa bersama, karna kami hanya bertujuan untuk membuatnya takut saja.
Ternyata dia mengadu kepada Melisa dan
Melisa memberitahu apa yang kulakukan terhadap Santi kepada Gunawan.
*****
Badanku sudah terasa sangat lelah, baru
saja aku meletakkan badanku di atas tempat tidur, suara hpku berbunyi.
“hem, apa Gun?” jawabku malas.
“Apa yang kamu bilang ama Tita? Kenapa
dia marah samaku?” tanyanya dengan suara yang ingin tahu tentang apa yang
sebenarnya terjadi.
“maksudnya apa?” Tanya ku dengan
terkejut dan membuatku terbangung dari tempat tidurku.
“kenapa kamu bilang jangan deketin aku
sama Tita? Dia itu Cuma temen ku Yes, kami udah deket mulai dari kelas satu,
jadi gak usah cemburu gitulah,” tanyanya dengan suaranya yang biasa lembut
kepadaku.
“Tadi itu aku Cuma bercanda, aku
ketawa-ketawa nya ama temen-temenku waktu bilang itu ama dia,” jawabku. Tanpa
sadar air mata yang mulai menetes membasahi pipiku lagi.
“Dia gak tahu Yes, sekarang dia itu
udah marah kali sama ku” katanya dengan jelas dan tegas. Kali ini dia memang
betul-betul bicara sebagai orang lain menurutku, karna sebelumnya dia tak
pernah berbicara sekeras dan setegas ini kepadaku.
“maaf Gun, tapi kenapa kamu marah kali
gini ama ku. Kamu gak pernah semarah ini ama ku. Aku gak ada maksud apa-apa
bilang itu ama Tita, aku cuma bercanda Gun,” jawabku dengan tangisanku yang
mulai membesar dan tidak bisa ku tahan lagi.
Gunawan diam sejenak dan merasa
bersalah karena sudah membuat cewe manja itu lagi-lagi menangis karenanya
“udahlah, iyah iyah aku percaya. Jangan
nangis lagi yah” Jawabnya dengan suara yang melembut, karna dia tahu cewe yang
mulai ia sayangi itu sedang nangis dan dia tidak tahan mendengar itu.
Aku hanya bisa terus menangis dan
menangis, yang ada dipikiranku saat ini adalah Gunawan dan temannya sekarang
jadi tidak berteman lagi dan itu semua karena ulahku.
“Yes, udahlah. ada yang mau ku bilanga
ama mu mau dengar?” jawabnya untuk membuatku berhenti menangis.
“mau,” jawabku yang mulai meredakan
tangisanku.
“jangan nangis lagi lah, baru aku
bilang,” katanya memberi persyaratan kepadaku.
“hem iyah, apa yang mau kamu bilang?”
Tanyaku sambil mengatur nafasku kembali seperti semula.
“Aku sayang… Yesyku,” katanya dengan
suaranya yang lembut.
“Iyah? Serius?” Tanyaku dengan suara
yang lantang dan keras.
“serius, aku sayang… Yesyku sampai
seribu tahun kemudian aku akan tetep sayang ama Yesyku. Jadi, jangan nangis
lagi yah!”
“Iyah, aku juga sayang Gunawanku sampai
seribu tahun kemudian aku akan tetep sayang ama Gunawanku,” jawabku dengan sedikit
menahan tawaku.
Namun aku tak bisa menahan tawaku yang
mulai membesar membuat Gunawan yang ada di sebrang sana ikut tertawa juga.
Walaupun itu tidak diucapkan di depan mataku, tapi aku seneng banget karena
selama kami dekat dia tidak pernah mengucapkan kata-kata yang aku tunggu-tunggu
ini dan itu menandakan bahwa Gunawan sudah menyayangiku sama sepertiku yang
menyayanginya J.
*****
Hari-hari kami lewati dengan terus
bersama. Saat kami pulang les, dia mengantarku pulang dan pada saat itu ia
mengajakku untuk ke gereja bersama dan aku menyetujuinya.
Dia menjemputku untuk ke gereja
bersama, setelah pulang gereja dia berhenti.
“Mau kemana kita makan?” tanyanya
dengan mendekatkan wajahnya ke depan wajahku. Saat itu aku sangat takut dan
gugup sehingga mataku kututup, aku rasa dia akan melakukan sesuatu kepadaku.
Tanpa berpikir panjang, aku mundur beberapa langkah dan membuka mataku.
“Ke Suzuya aja, aku mau makan ice
cream,” jawabku dengan wajah yang masih terlihat sangat gugup.
Gunawan tersenyum melihatku dan
langsung menarik tanganku.
Aku yang berada di belakang tersenyum
dan sangat senang.
“hah? Makan ice cream?” tanyanya
tersadar, dan berbalik badan ke arahku. Lagi-lagi dia mendekatkan wajahnya ke
depan wajahku dan itu membuatku yang tadinya tersenyum senang sekarang menjadi
gugup kembali.
“jauh banget cuma mau makan ice cream
ke Suzuya?” tanyanya yang sekarang melebarkan matanya di depanku.
“iyah, emangnya kenapa? Kamu gak mau?”
tanyaku kembali sambil berusaha melepaskan tanganku dari genggamannya.
“oh, yaudahlah gak apa-apa,” jawabnya
dengan menarik kembali tanganku menuju parkiran sepeda motornya.
Sepanjang jalan aku yang berada di
belakangnya hanya tersenyum senang saja. Karna berharap ia membelikan ice cream
yang banyak kepadaku.
“Gun, sayangnya kamu ama ku?” tanyaku
meletakkan daguku dibahunya.
“Sayang,” jawabnya melihat ke arahku dan
tersenyum padaku.
“Cuma sayang aja nya?” Tanya ku dengan
wajah yang cemberut.
“Aku sayang kali… ama Yesyku sampai
seribu tahun kemudian, aku akan tetep sayang ama Yesyku” jawabnya padaku sambil
mengambil tanganku yang kulipat di depan dadaku untuk ia pegang.
Akupun tersenyum. Hari ini adalah hari
minggu yang sangat menyenangkan karena aku bisa jalan untuk makan ice cream
dengan Gunawan salah satu orang yang saat ini paling aku sayangi.
*****
Di sekolah aku duduk di sampingnya,
karna dia memintaku untuk duduk bersamanya di sudut kelas.
“Gun, sayangnya kamu ama ku?” Tanya ku
dengan sangat manja kepadanya sambil merangkul tangannya.
“Sayang,” jawabnya tersenyum kepadaku.
“Cuma sayang aja?” Tanya ku dengan
kepala menunduk dan nada yang mengecil.
“Aku sayang kali… ama Yesyku” ucapnya
sambil melihat ke arahku
“sampai kapan?” jawabku yang tetap
masih dalam posisi kepalaku yang tetap menunduk.
“sampai seribu tahun kemudian aku akan
tetep sayang ama Yesyku,” jawabnya tersenyum sambil mengangkat kepalaku yang dari
tadi menunduk dan mencium keningku.
Aku merasakan perasaan yang sungguh
sangat senang, meski Gunawan terus membuatku senang di tiap hari-hariku namun
ntah kenapa aku merasa lebih senang untuk hari ini mungkin karena ini pertama
kalinya Gunawan mencium keningku dan aku merasa seperti anak kecil yang sangat
disayang oleh orang ini. Sangkin senangnya aku pun memegang telapak tangannya.
“wah, aku deg-degang Gun,” jawabku
jujur.
“hem, tapi kok berkeringat terus
tanganmu setiap kali kupegang?” tanyanya
“kan tanganku dipegang ama mu makanya
tanganku keringatan, factor deg-degan,” jawabku menggodanya.
“Tapi kok gak lembut yah?” tanyanya
mengejekku.
Aku cemberut dan memukul pahanya
sebelah kiri dengan pelan.
“aduh, sakit kali Yes. Jangan pukul
sebelah kiri sakit kali. Yang kanan ajalah,” jawabnya refleks karna terkejut.
“Sakit kenapa?” tanyaku ingin tahu.
“pokoknya jangan pukul sebelah situ
sakit,” jawabnya tanpa memberi alasan apapun.
Sejak saat itu Gunawan sering tidak
sekolah, aku tidak tahu apa alasan yang pasti karena dia tak mau cerita
apa-apa. Dia selalu memintaku untuk datang menemuinya di rumahnya dan aku
selalu meng-iya-kannya.
*****
Sakitnya tambah parah dan membuat badannya
menjadi kurus. Aku yang sering datang ke rumahnya untuk menjaganya sekarang
telah dekat dengan keluarganya.
Hari pertama libur sekolah aku datang
ke rumahnya. Karena aku sudah berjanji kepadanya agar tidak lupa terus datang
ke rumahnya walaupun itu libur sekolah.
“Gun, kamu masih ingat yang ku bilang
sama mu waktu pertama kali kita dekat kalau aku gak mau pacaran sebelum
semester 5 ini dapat juara dulu?” Tanyaku padanya untuk mengingatkan perjanjian
kami dulu.
“Iyah,” jawabnya dengan suara yang
mengecil karena sakitnya yang semakin parah.
“Aku kan udah dapet juara, jadi….
maunya kau jadi pacarku?” tanyaku mendekatkan wajahku ke wajahnya yang lagi
terbaring di tempat tidurnya.
Dia tersenyum hangat kepada ku dan
memegang kepalaku dan mendekatkannya ke bibirny. Keningku diciumnya dengan
hangat.
“iyah, aku mau,” katanya melepaskan
tanganya dari kepalaku.
“Tapi ingat ini belum resmi yah. Kamu
harus sembuh dulu, baru kamu nembak aku dan aku pasti jawab ia aku mau jadi
pacarmu Gunawan. Gimana setuju?” kataku memberi persyaratan kepada orang yang
sangat aku kasihi itu.
Dia hanya tersenyum dan menganggukkan
kepalanya.
Setiap hari aku datang ke rumahnya,
menjaganya, menyuapinya makan dan menemaninya agar ia tidak kesepian karena
kondisinya yang sulit untuk bangkit dari tempat tidurnya.
Hanya itulah bentuk kasih sayangku yang
bisa aku berikan untuknya ketika dia dalam posisi seperti sekarang ini. Meski
merasa lelah namun aku bahagia bisa selalu dekat dengannya.
Tita dan teman-temannya juga sering
datang mengunjunginya untuk memberikan semangat untuk Gunawan agar ia tidak
menyerah dengan kondisinya sekarang. Namun rasa benci Tita kepadaku masih saja
ada dalam hatinya terbukti ketika aku ada di rumah Gunawan dia tidak mau untuk
datang menemui Gunawan.
*****
Dari hari ke hari kondisinya semakin
memburuk dan itu membuatnya mudah sekali marah. Tanpa aku ketahui dia selalu
merasakan sakit dan akhirnya menangis. Aku orang yang selalu ia manjakan dulu
pun menjadi pelampiasan ata kemarahannya.
Untuk sekali atau dua kali aku di
marahi olehnya, aku menerimanya karna pada saat itu dia tidak begitu marah
sekali lagi pula dia segera minta maaf dan memelukku untuk menghiburku. Tetapi
pada saat dia berada di Galang yaitu rumah saudaranya, aku dan teman-temannya
datang menjenguknya. Dia menyuruhku untuk tidur di sampingnya tetapi aku tidak
mau karna aku merasa malu dengan teman-teman yang lain.
Aku berbincang-bincang di depan Gunawan
dengan Dina dan Novita dan kami pun tertawa.
“Ribut kali kau dari tadi, gak bisa kau
diam?” kata Gunawan kepadaku dengan mata yang benar-benar memancarkan
kemarahan. Tatapan itu adalah tatapan yang sangat membuatku ketakutan dan
hampir menangis tapi aku mencoba menahan itu. Itu adalah pertama kalinya
Gunawan benar-benar marah kepadaku dan membuatku jatuh dan menjadi sangat
membencinya.
Aku sudah tidak tahan berada di tempat
itu berlama-lama karena suasana telah menjadi tegang. Kami pun pulang dan
sepanjang perjalanan aku hanya diam dan melamun. Ntah apa yang kupikirkan saat
itu, tapi yang pasti rasa benci yang mendalam telah tumbuh di dalam hatiku
untuk Gunawan orang yang sangat aku sayang.
*****
Seminggu setelah itu, Gunawan kembali
ke rumahnya tanpa memberitahuku kalau dia sudah tidak lagi di Galang. Aku tahu
Gunawan tidak di Galang lagi, itu berasal dari Dina. Hal ini membuatku merasa
ragu, apakah sebenarnya selama ini aku tidak pernah di anggap olehnya. Tanpa
sadar akupun mulai menangis.
Semakin lama rasa benciku semakin
mendalam, karena smsku yang tidak pernah dibalas lagi. Saat ini aku rasa, aku
adalah orang yang paling menyedihkan karena telah menyayangi orang yang tidak
benar-benar menyayangiku.
*****
Rasa rinduku kepadanya semakin besar
setelah hampir sebulan tidak pernah melihatnya.
“Ke rumah Gunawan yo Nop,” ajakku
kepada Novita.
“yaudah, nantilah waktu pulang,”
jawabnya
Setelah pulang sekolah, aku dan Novita
makan dahulu karena kami akan les sore di sekolah.
Sampai di rumah Gunawan, aku merasa
segan karena sudah lama aku tidak datang menjenguknya.
Melihat kondisinya yang sangat buruk
dengan tubuhnya yang sudah sangat kurus, membuatku merasa bersalah karna aku
sudah egois. Aku tidak pernah berpikir kalau sebenarnya dia sangat marah
kepadaku dulu karena dipicu oleh sakitnya yang semakin parah.
Dia melihat kedatangan ku dan Novita
dengan tatapan yang menunjukkan rasa rindunya kepadaku. Aku mengambil tangannya
untuk menyalamnya karena ia yang sudah sulit untuk menggerakkannya.
Karena waktu yang menunjukkan pukul
14:30, kami pun langsung pamit pulang.
“Kami pulang yah Gun, udah jam tengah
tiga,” ucapku dengan suara yang kecil.
Gunawan diam sebentar dan tidak lama
kemudian mengangguk untuk menyetujui kami pulang.
Perasaanku yang teriris melihat kondisi
Gunawan orang yang sampai saat ini masih aku sayang. Aku tidak pernah
memikirkan kondisinya. Keegoisanku lebih besar dari rasa sayangku padanya pada
saat itu.
*****
Di kelas aku mengajak semua
teman-temanku agar datang menjenguk Gunawan. Hatiku yang masih sakit karna
tidak bisa berada di sampingnya itu selalu membuatku manangis di kelas.
Sepulang sekolah kami menjenguknya, dan
berdoa bersama untuknya. Setelah berdoa bersama semuanya pulang, tinggal aku,
Indra, Dina, Novita dan lain-lain.
“joy, kok jadi kaya gini kau lawanlah
penyakitmu joy?” protes Indra karna ia merasa temannya itu sekarang sudah tidak
memiliki niat untuk ingin sembuh lagi.
Gunawan hanya diam saja. Aku pun hanya
diam dan memandanginya saja, aku merasakan sakit yang begitu mendalam melihat
keadaannya.
Karna ia mau mandi uap, kami pu permisi
pulang dengannya dan dengan orangtuanya. Karna kami tak bisa lama-lama, besok
kami akan pergi retreat.
*****
Kondisinya yang selalu terbayang dalam
pikiranku membuatku menangis kembali saat sampai di rumah.
To: Gunzaiku
Mf
Gun, bru lht u hri ni & bru tau gmana keadaanmu skrg
Maaf.
Mlai
skrg aq bkal trus sms u lgi buat ngsih motivasi dan akn nyempati dtg ke rumah
mu buat jgain u kya dlu lgi, q janji
Cayoo
Gun, msih da hrapan!
Trus
brdoa & berhrap ama Tuhan klo u psti smbuh J
From:
Gunzaiku
Aq
jga maff kn kslhan aq ya..
Apa
pun tu..
To:
Gunzaiku
Iyah,
mlai skrg jngan da skit hati & rsa bnci lgi di antra kita brdua yah!
Hatiku sudah mulai tenang karena aku
akan berada di sampingnya ketika aku pulang retreat sekolah nanti.
“Tuhan, tolong sembuhkan Gunawanku. Aku
sangat menyayanginya, maafkan aku jika kemaren-kemaren aku pernah benci
kepadanya, tapi Tuhan sampai sekarang orang aku masih sangat menyayangi Gunawan
Tuhan. Tolong izinkan dia untuk sembuh. Terimakasih Tuhan. Amin.” Doaku sebelum
tidur dan air mataku pun terjatuh lagi.
Tiba tiba muncul dalam pikiranku
“bagaimana kalau Gunawan tidak akan menjadi milikmu lagi? Apakah kamu sudah
rela?” tangisanku pun semakin deras.
Aku memandangi fotonya yang ada di hp
ku ketika kami pergi ke pantai dan berfoto. Kini aku benar-benar semakin merasa
bersalah karena sikapku yang pernah membencinya.
*****
Ketika aku lewat dari rumahnya aku
meneteskan air mata. Perasaan yang aneh datang menakut-nakutiku. Aku merasa
tidak tenang untuk pergi retreat ini. Yang ada dalam pikiranku hanya Gunawan
saja. Ntah kenapa aku sangat malas untuk mengirim sms. Tapi walaupun begitu aku
tidak pernah berhenti memikirkannya sampai kami tiba di Parapat. Aku mendengar
bahwa Gunawan sudah meninggal.
Kakiku gemetaran dan membuatku tidak
kuat untuk berdiri, aku merasa bahwa ini adalah mimpi. Belum sempat aku
melakukan janjiku yang tadi malam aku ucapkan, ternyata dia sudah tidak ada
lagi.
Sebuah sms masuk ke hpku, dari Gunzaiku.
Balasan dari sms yang aku kirim tadi malam, pesan yang dia ketik semalam yang
sempat pending dan baru terkirim tadi pagi sebelum kami berangkat ke Parapat
untuk retreat yang belum sempat ku baca karna hp yang ku simpann di dalam
tasku.
From: Gunzaiku
Iyah,
mlai skrng gk bleh lgi da rsa bnci di antara qta.
Aq
Cma mau blang klau aq syang u udah 100% & itu udah da sjak kamu trus nmenin
aq wktu aq skit. Itu kn yg slama ni kamu tnya ma aq?
Mksih
untk ksih syg yg u brikan ma aq slma ni.
Mf
krna udah m’buatmu skit hti & slalu nangis krna aq.
Mf
krna udah m’buatmu mnngguku & m’berimu hrapan yg gk psti.
Tpi
yg jlas aq syang ama mu, sngguh sngt mnyyangimu Yesyku smpai seribu tahun
kemudian aku akan tetep sayang ama mu.
Mlai
skrng hduplah dngn senang, jngan ada lgi tangisan krna aq tau kalau kamu tu
kuat. Iyah kn?
Tangisanku semakin besar ketika aku membaca
pesan darinya dan mengingat semua apa yang telah kami lakukan. Mungkin ia sudah
tahu kalau sebenarnya dia tak bisa lagi bersama denganku untuk selama-lamanya.
Dan Aku pun teringat dengan janjinya yang akan membawaku pergi ke manapun yang aku
mau untuk makan kue karna itu adalah permintaanku. Tapi kini itu hanya tinggal janji
yang tidak akan pernah terwujud.
Aku, Indra dan Dina pulang ke pertama
ke Lubukpakam untuk melihat Gunawan orang yang sangat aku sayangi untuk
terakhir kalinya.
*****
Aku tak tahan berdiri sehingga aku
hanya duduk saja di luar dan tidak berani untuk melihatnya. Kepergiannya telah
membuatku benar-benar menjadi orang yang tidak punya hati di dunia ini. Karna
pada saat dia sakit, aku hanya memikirkan perasaanku saja tanpa melihat dari
sisinya. Coba saja aku dulu tidak mudah sakit hati maka di sisa akhir hidupnya
aku akan tetap berada di sampingnya. Aku tidak tahu sampai kapan aku baru bisa
memaafkan diriku sendiri yang egois ini.
Sekarang tak ada lagi yang bisa aku
lakukan, semua sudah terlambat. Gunawan orang yang aku sayangi tidak ada lagi
di sisiku. Hanya tangis penyesalan yang terus terurai atas kepergian seseorang
yang benar-benar masih aku sayangi itu.
Selamat jalan Gunawanku, aku pasti kuat
dan aku akan terus senang dan tidak akan menangis lagi sesuai permintaanmu. Aku
akan terus menyayangimu dan menyimpan semua kenangan indah bersamamu dalam
hatiku sampai seribu tahun kemudian aku akan tetap menyimpan itu di dalam
hatiku. Terimakasih Gunawanku.
*****
SELESAI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar