Senin, 10 Juni 2013

seribu tahun (cerpen untuk gunzaiku)

SERIBU TAHUN
Oleh: Yesy Yohana Sianturi

“G

un, sayangnya kamu ama ku?” Tanya ku dengan sangat manja kepadanya sambil merangkul tangannya. Seperti biasanya aku selalu menanyakan hal itu kepadanya.
“Sayang,” jawabnya tersenyum kepadaku.
“Cuma sayang aja?” Tanya ku dengan kepala menunduk dan nada yang mengecil.
“Aku sayang kali… ama Yesyku,” jawabnya tersenyum sambil mengangkat kepalaku yang tadinya menunduk dan mencium keningku.
Kini hanya kata-kata itu yang masih terngiang jelas di telingaku.
Rasa bersalah dan penyesalan terhadapnya masih saja menghantuiku. Sampai saat ini sedetikpun aku tak bisa menghilangkan bayangan-bayangannya dari pikiranku, dan itu sangat membuat hatiku sakit oleh pisau yang ku tancapkan sendiri di hatiku. Mungkin inilah yang harus aku terima atas keegoisanku setelah aku tetap diam dalam posisiku yang terus menyimpan sakit hati yang dalam kepadanya. Sakit hati yang seharusnya aku buang jauh dari hatiku atas tindakan yang ia lakukan terhadapku tanpa ia sengaja. Sakit hati yang akhirnya membuatku terus dihantui rasa bersalah.
Yaaa, hidupku berubah sejak saat itu. Sejak aku kehilangan orang yang sangat menyayangiku. Tapi, inilah hidup dan aku harus terus menjalaninya walau seberat apapun. Aku harus terus berjalan. Dan aku akan terus menyayanginya dan menyimpan semua kenangan indah bersamanya sampai seribu tahun kemudian.
*****

Suara ayam jantan berkokok membangunkanku dari tidurku dan sesegera mungkin aku bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah karena perasaan kangenku kepada orang yang aku sukai di kelas yang sama denganku sudah tak bisa lagi aku tahan.
Aku Yesy Yohana, teman-temanku biasa memanggilku dengan Yesy, murid kelas XII ipa1 di SMA Negeri2 Lubukpakam.
Ketika memasuki gerbang sekolah, aku sudah tak sabar untuk bertemu dengan orang yang aku sukai saat aku melihat dia di kelas XII. Dia adalah Gunawan Zai, cowo yang bawaannya cuek, sombong dan tak banyak ngomong di kelas. Dia punya sahabat yang sejak kelas X duduk di kelas yang sama yaitu Melisa, selain Melisa  ada juga cewe yang dekat dengannya mulai kelas X tetapi di kelas XII ia tidak sekelas dengan Gunawan yaitu Tita. Dan bisa dibilang Tita ini menyukai Gunawan juga sama sepertiku.
Seperti biasa sampai di dalam kelas, aku melihat kursi Gunawan yang berada di sudut belakang kelas untuk memastikan dia sudah sampai di sekolah atau belum. Ternyata kursinya kosong, dan saat aku memandangi kursinya dari kursiku tiba-tiba dia datang dan melihatku yang memandangi kursinya.
“Hei Yes, kamu kenapa? Udah kengen kali yah sama ku?” tanyanya dengan senyumnya yang sedikit sinis dan itu membuatku tersadar dari pandanganku di kursinya.
“hah? Iyah, udah kangen kali aku sama mu,” jawab ku untuk membuatnya sedikit merasa GR.
“oh,” jawabnya dengan ekspersi yang biasa saja.
Karena merasa malu, akupun segera berbalik ke depan dan langsung menundukkan kepalaku ke dalam lipatan tanganku.
Bel berbunyi menandakan pelajaran pertama dimulai. Novita datang dengan nafas yang kuat dan aku tahu kalau dia sudah terlambat sehingga dia harus secepat mungkin berlari dari gerbang agar tidak terlambat masuk ke dalam kelas karena guru yang masuk untuk pelajaran pertama hari ini adalah wali kelas kami yaitu Pak Simangunsong.
“Tumben terlambat?” tanyaku dengan kepala yang sudah tak menunduk lagi.
“iyah tadi aku terlambat bangun,” jawab Novita dengan nafas yang masih kuat terhembus dari mulutnya.
*****

Karena perasaan sukaku pada Gunawan yang tidak bisa ku pendam lagi, akhirnya setiap hari aku mulai mengungkapkan perasaanku kepada Gunawan dengan cara bercanda terlebih dahulu.
“Hai, Gunawan….ku… sayang,” sapa ku ketika Gunawan dan Indra teman semejanya masuk ke dalam kelas setelah dari kantin mereka makan.
“hah?” jawab Gunawan dengan suara yang keras.
“joy, udah sama si Yesy nya kau sekarang? Kok gak bilang-bilang kau? Kemek-kemek lah joy!” goda Indra kepada Gunawan teman semejanya itu yang masih berdiri diam dengan ekspresi terkejut dan melihat ke arahku.
Dengan tatapan Gunawan yang seperti itu kepadaku, aku hanya membalasnya dengan senyuman manis yang kupancarkan dari bibirku.
Aku berpikir dalam hatiku ini adalah awal yang baik untuk mulai mendekatinya.
Setelah berdiam sebentar di tempatnya berdiri, lalu dia berjalan kembali ke arah tempat duduknya dengan wajah yang masih memancarkan rasa terkejut.
Sejak saat itu aku mulai terus menggodanya dengan rayuan-rayuan gombal yang biasanya kuberikan kepada temanku Dani.
******

Lama kelamaan, aku dan Gunawan mulai menjadi sangat dekat. Dimulai dengan aku yang meminta no hpnya dari Melisa sahabatnya yang juga teman sekelasku.
Setiap malam aku dan Gunawan smsan. Saat wali kelas kami yaitu Pak Simangunsong sakit, dan baru pulang dari Penang, kami murid-murid XII ipa1 akan datang menjenguk beliau. Gunawan yang telah berjanji kepadaku akan memboncengku dengan sepeda motornya menepati janjinya. Saat aku dan dia naik sepeda motor bersama, semua teman teman sekelas menganggap kami sudah memiliki hubungan (yaitu pacaran) apalagi sahabat-sahabatnya yang melihat kami mereka meminta Gunawan untuk mentraktir mereka karna kami sudah pacaran.
Gunawan yang mendengar itu hanya memberi respon biasa saja. Aku menganggapnya kalau dia itu gak akan memberi respon yang lebih karena dia tidak terlalu antusias untuk hal yang seperti itu.
*****

Setiap hari di sekolah aku selalu mengadu kepada Gunawan jika ada teman-temanya yang suka mengejekku atau mengangguku.
“oh Gun, lihat dulu si Indra masa kata dia aku jelek,” seruku dengan suara yang manja sambil berlari kepadanya dan memegang tangannya.
“Jangan Joy,” jawabnya dengan suara yang pelan sambil tersenyum karna melihat tingkah kuyang sangat manja kepadanya.
“Is, manja kali. Dah besar pun,” kata Indra sambil melepaskan tanganku yang sedang memegang tangan Gunawan.
Aku pun menunduk, merasa kalau apa yang dikatakan Indra adalah benar.
*****

Kata-kata Indra terus terngiang di telingaku karna bukan hanya sekali atau dua kali saja Indra mengejekku karna aku terlalu manja terhadap Gunawan.
Tiba-tiba hpku berbunyi, dan yang memanggil adalah Gunawan.
“hem?” jawabku dengan suara yang lemas.
“kenapa? Kok lemas gini suaramu?” Tanya Gunawan Kuatir.
“Gun, jawab yang jujur yah?” Tanyaku untuk memastikan bahwa Gunawan akan menjawabku dengan jujur.
“iyah, kenapa?” tanyanya dengan suara yang lembut.
Air mataku menetes dan membasahi pipiku.
“Memang manja kali aku sama mu yah?” tanyaku dengan suara yang mengecil karna takut jika Gunawan akan mengetahui aku sedang menangis.
“loh kok nangis? Enggak ah, wajar kalau cewe itu manja, aku suka kamu yang manja kaya gini, lucu,” jawabnya dengan suara yang masih tetap lembut seperti biasa kepadaku.
“Benerkan? Kamu gak bohong kan Gun?” Tanyaku untuk lebih memastikan.
“Enggak, udahlah jangan nangis lagi nanti jelek,” ucapnya untuk menghiburku.
“Kapan emangnya kamu bilang aku itu cantik? Gak pernah yah,” jawabku dengan suara yang mulai membesar sambil menghapus air mataku.
“heheh, iyah yah,” jawabnya dengan tawanya yang khas.
Sejak saat itu, sifatku yang manja semakin menjadi-jadi dan Gunawan tetap bersikap seperti seorang kakak terhadap adiknya yang selalu sabar dengan sifatku itu
Setiap malam kami selalu teleponan atau smsan karna jika diantara kami tidak memberi informasi  satu sama lain maka yang lainnya akan protes.
Semua tentangku, baik itu kejelekan ku atau tingkahku saat tidur yang suka ngorok dia tidak pernah protes ataupun merasa jijik melihatku. Karna itulah aku sangat menyayanginya.
*****

Disekolah berita tentang kedekatan kami sudah tersebar dikelas XII ipa. Sinta temanku yang ada di kelas lain menanyakan tentang kedekatan hubunganku dengan Gunawan.
“Yes, memang udah dekat kau sekarang sama Gunawan?” Tanyanya dengan mata yang membesar.
“hem,, iyah.” Jawabku dengan senyum yang lebar.
“serius, tapi kemaren aku lihat dia ama Tita di gereja duduk sebelah-sebelahan dan tangan Gunawan merangkul pundak Tita,” Tanya Sinta untuk memastikan kembali.
“hah, serius? Ah,, jahat kali si Gunawan. Gak ada dia cerita amaku kalau dia ama Tita di gereja itu sering duduk bareng,” jawabku kesal.
Tita lewat dengan membawa nasi bungkus untuk ia makan bersama teman-tamannya karna pada saat itu kami anak kelas XII sudah mulai les di sekolah.
“Tit, jangan kamu dekatin si Gunawanku yah,” ucapku dengan suara yang membesar tetapi tetap dengan ekspresi yang ingin ketawa
“Apa yang kamu bilang, aku gak ada deketin Gunawan, aku ama di Cuma temanan,” protesnya dengan suara yang keras dan wajah yang serius.
Aku dan teman-temanku yang melihat itu tertawa bersama, karna kami hanya bertujuan untuk membuatnya takut saja.
Ternyata dia mengadu kepada Melisa dan Melisa memberitahu apa yang kulakukan terhadap Santi kepada Gunawan.
*****

Badanku sudah terasa sangat lelah, baru saja aku meletakkan badanku di atas tempat tidur, suara hpku berbunyi.
“hem, apa Gun?” jawabku malas.
“Apa yang kamu bilang ama Tita? Kenapa dia marah samaku?” tanyanya dengan suara yang ingin tahu tentang apa yang sebenarnya terjadi.
“maksudnya apa?” Tanya ku dengan terkejut dan membuatku terbangung dari tempat tidurku.
“kenapa kamu bilang jangan deketin aku sama Tita? Dia itu Cuma temen ku Yes, kami udah deket mulai dari kelas satu, jadi gak usah cemburu gitulah,” tanyanya dengan suaranya yang biasa lembut kepadaku.
“Tadi itu aku Cuma bercanda, aku ketawa-ketawa nya ama temen-temenku waktu bilang itu ama dia,” jawabku. Tanpa sadar air mata yang mulai menetes membasahi pipiku lagi.
“Dia gak tahu Yes, sekarang dia itu udah marah kali sama ku” katanya dengan jelas dan tegas. Kali ini dia memang betul-betul bicara sebagai orang lain menurutku, karna sebelumnya dia tak pernah berbicara sekeras dan setegas ini kepadaku.
“maaf Gun, tapi kenapa kamu marah kali gini ama ku. Kamu gak pernah semarah ini ama ku. Aku gak ada maksud apa-apa bilang itu ama Tita, aku cuma bercanda Gun,” jawabku dengan tangisanku yang mulai membesar dan tidak bisa ku tahan lagi.
Gunawan diam sejenak dan merasa bersalah karena sudah membuat cewe manja itu lagi-lagi menangis karenanya
“udahlah, iyah iyah aku percaya. Jangan nangis lagi yah” Jawabnya dengan suara yang melembut, karna dia tahu cewe yang mulai ia sayangi itu sedang nangis dan dia tidak tahan mendengar itu.
Aku hanya bisa terus menangis dan menangis, yang ada dipikiranku saat ini adalah Gunawan dan temannya sekarang jadi tidak berteman lagi dan itu semua karena ulahku.
“Yes, udahlah. ada yang mau ku bilanga ama mu mau dengar?” jawabnya untuk membuatku berhenti menangis.
“mau,” jawabku yang mulai meredakan tangisanku.
“jangan nangis lagi lah, baru aku bilang,” katanya memberi persyaratan kepadaku.
“hem iyah, apa yang mau kamu bilang?” Tanyaku sambil mengatur nafasku kembali seperti semula.
“Aku sayang… Yesyku,” katanya dengan suaranya yang lembut.
“Iyah? Serius?” Tanyaku dengan suara yang lantang dan keras.
“serius, aku sayang… Yesyku sampai seribu tahun kemudian aku akan tetep sayang ama Yesyku. Jadi, jangan nangis lagi yah!”
“Iyah, aku juga sayang Gunawanku sampai seribu tahun kemudian aku akan tetep sayang ama Gunawanku,” jawabku dengan sedikit menahan tawaku.
Namun aku tak bisa menahan tawaku yang mulai membesar membuat Gunawan yang ada di sebrang sana ikut tertawa juga. Walaupun itu tidak diucapkan di depan mataku, tapi aku seneng banget karena selama kami dekat dia tidak pernah mengucapkan kata-kata yang aku tunggu-tunggu ini dan itu menandakan bahwa Gunawan sudah menyayangiku sama sepertiku yang menyayanginya J.
*****

Hari-hari kami lewati dengan terus bersama. Saat kami pulang les, dia mengantarku pulang dan pada saat itu ia mengajakku untuk ke gereja bersama dan aku menyetujuinya.
Dia menjemputku untuk ke gereja bersama, setelah pulang gereja dia berhenti.
“Mau kemana kita makan?” tanyanya dengan mendekatkan wajahnya ke depan wajahku. Saat itu aku sangat takut dan gugup sehingga mataku kututup, aku rasa dia akan melakukan sesuatu kepadaku. Tanpa berpikir panjang, aku mundur beberapa langkah dan membuka mataku.
“Ke Suzuya aja, aku mau makan ice cream,” jawabku dengan wajah yang masih terlihat sangat gugup.
Gunawan tersenyum melihatku dan langsung menarik tanganku.
Aku yang berada di belakang tersenyum dan sangat senang.
“hah? Makan ice cream?” tanyanya tersadar, dan berbalik badan ke arahku. Lagi-lagi dia mendekatkan wajahnya ke depan wajahku dan itu membuatku yang tadinya tersenyum senang sekarang menjadi gugup kembali.
“jauh banget cuma mau makan ice cream ke Suzuya?” tanyanya yang sekarang melebarkan matanya di depanku.
“iyah, emangnya kenapa? Kamu gak mau?” tanyaku kembali sambil berusaha melepaskan tanganku dari genggamannya.
“oh, yaudahlah gak apa-apa,” jawabnya dengan menarik kembali tanganku menuju parkiran sepeda motornya.
Sepanjang jalan aku yang berada di belakangnya hanya tersenyum senang saja. Karna berharap ia membelikan ice cream yang banyak kepadaku.
“Gun, sayangnya kamu ama ku?” tanyaku meletakkan daguku dibahunya.
 “Sayang,” jawabnya melihat ke arahku dan tersenyum padaku.
“Cuma sayang aja nya?” Tanya ku dengan wajah yang cemberut.
“Aku sayang kali… ama Yesyku sampai seribu tahun kemudian, aku akan tetep sayang ama Yesyku” jawabnya padaku sambil mengambil tanganku yang kulipat di depan dadaku untuk ia pegang.
Akupun tersenyum. Hari ini adalah hari minggu yang sangat menyenangkan karena aku bisa jalan untuk makan ice cream dengan Gunawan salah satu orang yang saat ini paling aku sayangi.
*****

Di sekolah aku duduk di sampingnya, karna dia memintaku untuk duduk bersamanya di sudut kelas.
“Gun, sayangnya kamu ama ku?” Tanya ku dengan sangat manja kepadanya sambil merangkul tangannya.
“Sayang,” jawabnya tersenyum kepadaku.
“Cuma sayang aja?” Tanya ku dengan kepala menunduk dan nada yang mengecil.
“Aku sayang kali… ama Yesyku” ucapnya sambil melihat ke arahku
“sampai kapan?” jawabku yang tetap masih dalam posisi kepalaku yang tetap menunduk.
“sampai seribu tahun kemudian aku akan tetep sayang ama Yesyku,” jawabnya tersenyum sambil mengangkat kepalaku yang dari tadi menunduk dan mencium keningku.
Aku merasakan perasaan yang sungguh sangat senang, meski Gunawan terus membuatku senang di tiap hari-hariku namun ntah kenapa aku merasa lebih senang untuk hari ini mungkin karena ini pertama kalinya Gunawan mencium keningku dan aku merasa seperti anak kecil yang sangat disayang oleh orang ini. Sangkin senangnya aku pun memegang telapak tangannya.
“wah, aku deg-degang Gun,” jawabku jujur.
“hem, tapi kok berkeringat terus tanganmu setiap kali kupegang?” tanyanya
“kan tanganku dipegang ama mu makanya tanganku keringatan, factor deg-degan,” jawabku menggodanya.
“Tapi kok gak lembut yah?” tanyanya mengejekku.
Aku cemberut dan memukul pahanya sebelah kiri dengan pelan.
“aduh, sakit kali Yes. Jangan pukul sebelah kiri sakit kali. Yang kanan ajalah,” jawabnya refleks karna terkejut.
“Sakit kenapa?” tanyaku ingin tahu.
“pokoknya jangan pukul sebelah situ sakit,” jawabnya tanpa memberi alasan apapun.
Sejak saat itu Gunawan sering tidak sekolah, aku tidak tahu apa alasan yang pasti karena dia tak mau cerita apa-apa. Dia selalu memintaku untuk datang menemuinya di rumahnya dan aku selalu meng-iya-kannya.
*****

Sakitnya tambah parah dan membuat badannya menjadi kurus. Aku yang sering datang ke rumahnya untuk menjaganya sekarang telah dekat dengan keluarganya.
Hari pertama libur sekolah aku datang ke rumahnya. Karena aku sudah berjanji kepadanya agar tidak lupa terus datang ke rumahnya walaupun itu libur sekolah.
“Gun, kamu masih ingat yang ku bilang sama mu waktu pertama kali kita dekat kalau aku gak mau pacaran sebelum semester 5 ini dapat juara dulu?” Tanyaku padanya untuk mengingatkan perjanjian kami dulu.
“Iyah,” jawabnya dengan suara yang mengecil karena sakitnya yang semakin parah.
“Aku kan udah dapet juara, jadi…. maunya kau jadi pacarku?” tanyaku mendekatkan wajahku ke wajahnya yang lagi terbaring di tempat tidurnya.
Dia tersenyum hangat kepada ku dan memegang kepalaku dan mendekatkannya ke bibirny. Keningku diciumnya dengan hangat.
“iyah, aku mau,” katanya melepaskan tanganya dari kepalaku.
“Tapi ingat ini belum resmi yah. Kamu harus sembuh dulu, baru kamu nembak aku dan aku pasti jawab ia aku mau jadi pacarmu Gunawan. Gimana setuju?” kataku memberi persyaratan kepada orang yang sangat aku kasihi itu.
Dia hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
Setiap hari aku datang ke rumahnya, menjaganya, menyuapinya makan dan menemaninya agar ia tidak kesepian karena kondisinya yang sulit untuk bangkit dari tempat tidurnya.
Hanya itulah bentuk kasih sayangku yang bisa aku berikan untuknya ketika dia dalam posisi seperti sekarang ini. Meski merasa lelah namun aku bahagia bisa selalu dekat dengannya.
Tita dan teman-temannya juga sering datang mengunjunginya untuk memberikan semangat untuk Gunawan agar ia tidak menyerah dengan kondisinya sekarang. Namun rasa benci Tita kepadaku masih saja ada dalam hatinya terbukti ketika aku ada di rumah Gunawan dia tidak mau untuk datang menemui Gunawan.
*****

Dari hari ke hari kondisinya semakin memburuk dan itu membuatnya mudah sekali marah. Tanpa aku ketahui dia selalu merasakan sakit dan akhirnya menangis. Aku orang yang selalu ia manjakan dulu pun menjadi pelampiasan ata kemarahannya.
Untuk sekali atau dua kali aku di marahi olehnya, aku menerimanya karna pada saat itu dia tidak begitu marah sekali lagi pula dia segera minta maaf dan memelukku untuk menghiburku. Tetapi pada saat dia berada di Galang yaitu rumah saudaranya, aku dan teman-temannya datang menjenguknya. Dia menyuruhku untuk tidur di sampingnya tetapi aku tidak mau karna aku merasa malu dengan teman-teman yang lain.
Aku berbincang-bincang di depan Gunawan dengan Dina dan Novita dan kami pun tertawa.
“Ribut kali kau dari tadi, gak bisa kau diam?” kata Gunawan kepadaku dengan mata yang benar-benar memancarkan kemarahan. Tatapan itu adalah tatapan yang sangat membuatku ketakutan dan hampir menangis tapi aku mencoba menahan itu. Itu adalah pertama kalinya Gunawan benar-benar marah kepadaku dan membuatku jatuh dan menjadi sangat membencinya.
Aku sudah tidak tahan berada di tempat itu berlama-lama karena suasana telah menjadi tegang. Kami pun pulang dan sepanjang perjalanan aku hanya diam dan melamun. Ntah apa yang kupikirkan saat itu, tapi yang pasti rasa benci yang mendalam telah tumbuh di dalam hatiku untuk Gunawan orang yang sangat aku sayang.
*****

Seminggu setelah itu, Gunawan kembali ke rumahnya tanpa memberitahuku kalau dia sudah tidak lagi di Galang. Aku tahu Gunawan tidak di Galang lagi, itu berasal dari Dina. Hal ini membuatku merasa ragu, apakah sebenarnya selama ini aku tidak pernah di anggap olehnya. Tanpa sadar akupun mulai menangis.
Semakin lama rasa benciku semakin mendalam, karena smsku yang tidak pernah dibalas lagi. Saat ini aku rasa, aku adalah orang yang paling menyedihkan karena telah menyayangi orang yang tidak benar-benar menyayangiku.
*****

Rasa rinduku kepadanya semakin besar setelah hampir sebulan tidak pernah melihatnya.
“Ke rumah Gunawan yo Nop,” ajakku kepada Novita.
“yaudah, nantilah waktu pulang,” jawabnya
Setelah pulang sekolah, aku dan Novita makan dahulu karena kami akan les sore di sekolah.
Sampai di rumah Gunawan, aku merasa segan karena sudah lama aku tidak datang menjenguknya.
Melihat kondisinya yang sangat buruk dengan tubuhnya yang sudah sangat kurus, membuatku merasa bersalah karna aku sudah egois. Aku tidak pernah berpikir kalau sebenarnya dia sangat marah kepadaku dulu karena dipicu oleh sakitnya yang semakin parah.
Dia melihat kedatangan ku dan Novita dengan tatapan yang menunjukkan rasa rindunya kepadaku. Aku mengambil tangannya untuk menyalamnya karena ia yang sudah sulit untuk menggerakkannya.
Karena waktu yang menunjukkan pukul 14:30, kami pun langsung pamit pulang.
“Kami pulang yah Gun, udah jam tengah tiga,” ucapku dengan suara yang kecil.
Gunawan diam sebentar dan tidak lama kemudian mengangguk untuk menyetujui kami pulang.
Perasaanku yang teriris melihat kondisi Gunawan orang yang sampai saat ini masih aku sayang. Aku tidak pernah memikirkan kondisinya. Keegoisanku lebih besar dari rasa sayangku padanya pada saat itu.
*****

Di kelas aku mengajak semua teman-temanku agar datang menjenguk Gunawan. Hatiku yang masih sakit karna tidak bisa berada di sampingnya itu selalu membuatku manangis di kelas.
Sepulang sekolah kami menjenguknya, dan berdoa bersama untuknya. Setelah berdoa bersama semuanya pulang, tinggal aku, Indra, Dina, Novita dan lain-lain.
“joy, kok jadi kaya gini kau lawanlah penyakitmu joy?” protes Indra karna ia merasa temannya itu sekarang sudah tidak memiliki niat untuk ingin sembuh lagi.
Gunawan hanya diam saja. Aku pun hanya diam dan memandanginya saja, aku merasakan sakit yang begitu mendalam melihat keadaannya.
Karna ia mau mandi uap, kami pu permisi pulang dengannya dan dengan orangtuanya. Karna kami tak bisa lama-lama, besok kami akan pergi retreat.
*****

Kondisinya yang selalu terbayang dalam pikiranku membuatku menangis kembali saat sampai di rumah.
To: Gunzaiku
Mf Gun, bru lht u hri ni & bru tau gmana keadaanmu skrg
Maaf.
Mlai skrg aq bkal trus sms u lgi buat ngsih motivasi dan akn nyempati dtg ke rumah mu buat jgain u kya dlu lgi, q janji
Cayoo Gun, msih da hrapan!
Trus brdoa & berhrap ama Tuhan klo u psti smbuh J
From: Gunzaiku
Aq jga maff  kn kslhan aq ya..
Apa pun tu..
To: Gunzaiku
Iyah, mlai skrg jngan da skit hati & rsa bnci lgi di antra kita brdua yah!

Hatiku sudah mulai tenang karena aku akan berada di sampingnya ketika aku pulang retreat sekolah nanti.
“Tuhan, tolong sembuhkan Gunawanku. Aku sangat menyayanginya, maafkan aku jika kemaren-kemaren aku pernah benci kepadanya, tapi Tuhan sampai sekarang orang aku masih sangat menyayangi Gunawan Tuhan. Tolong izinkan dia untuk sembuh. Terimakasih Tuhan. Amin.” Doaku sebelum tidur dan air mataku pun terjatuh lagi.
Tiba tiba muncul dalam pikiranku “bagaimana kalau Gunawan tidak akan menjadi milikmu lagi? Apakah kamu sudah rela?” tangisanku pun semakin deras.
Aku memandangi fotonya yang ada di hp ku ketika kami pergi ke pantai dan berfoto. Kini aku benar-benar semakin merasa bersalah karena sikapku yang pernah membencinya.
*****

Ketika aku lewat dari rumahnya aku meneteskan air mata. Perasaan yang aneh datang menakut-nakutiku. Aku merasa tidak tenang untuk pergi retreat ini. Yang ada dalam pikiranku hanya Gunawan saja. Ntah kenapa aku sangat malas untuk mengirim sms. Tapi walaupun begitu aku tidak pernah berhenti memikirkannya sampai kami tiba di Parapat. Aku mendengar bahwa Gunawan sudah meninggal.
Kakiku gemetaran dan membuatku tidak kuat untuk berdiri, aku merasa bahwa ini adalah mimpi. Belum sempat aku melakukan janjiku yang tadi malam aku ucapkan, ternyata dia sudah tidak ada lagi.
Sebuah sms masuk ke hpku, dari Gunzaiku. Balasan dari sms yang aku kirim tadi malam, pesan yang dia ketik semalam yang sempat pending dan baru terkirim tadi pagi sebelum kami berangkat ke Parapat untuk retreat yang belum sempat ku baca karna hp yang ku simpann di dalam tasku.
From: Gunzaiku
Iyah, mlai skrng gk bleh lgi da rsa bnci di antara qta.
Aq Cma mau blang klau aq syang u udah 100% & itu udah da sjak kamu trus nmenin aq wktu aq skit. Itu kn yg slama ni kamu tnya ma aq?
Mksih untk ksih syg yg u brikan ma aq slma ni.
Mf krna udah m’buatmu skit hti & slalu nangis krna aq.
Mf krna udah m’buatmu mnngguku & m’berimu hrapan yg gk psti.
Tpi yg jlas aq syang ama mu, sngguh sngt mnyyangimu Yesyku smpai seribu tahun kemudian aku akan tetep sayang ama mu.
Mlai skrng hduplah dngn senang, jngan ada lgi tangisan krna aq tau kalau kamu tu kuat. Iyah kn?
Tangisanku semakin besar ketika aku membaca pesan darinya dan mengingat semua apa yang telah kami lakukan. Mungkin ia sudah tahu kalau sebenarnya dia tak bisa lagi bersama denganku untuk selama-lamanya. Dan Aku pun teringat dengan janjinya yang akan membawaku pergi ke manapun yang aku mau untuk makan kue karna itu adalah permintaanku. Tapi kini itu hanya tinggal janji yang tidak akan pernah terwujud.
Aku, Indra dan Dina pulang ke pertama ke Lubukpakam untuk melihat Gunawan orang yang sangat aku sayangi untuk terakhir kalinya.
*****

Aku tak tahan berdiri sehingga aku hanya duduk saja di luar dan tidak berani untuk melihatnya. Kepergiannya telah membuatku benar-benar menjadi orang yang tidak punya hati di dunia ini. Karna pada saat dia sakit, aku hanya memikirkan perasaanku saja tanpa melihat dari sisinya. Coba saja aku dulu tidak mudah sakit hati maka di sisa akhir hidupnya aku akan tetap berada di sampingnya. Aku tidak tahu sampai kapan aku baru bisa memaafkan diriku sendiri yang egois ini.
Sekarang tak ada lagi yang bisa aku lakukan, semua sudah terlambat. Gunawan orang yang aku sayangi tidak ada lagi di sisiku. Hanya tangis penyesalan yang terus terurai atas kepergian seseorang yang benar-benar masih aku sayangi itu.
Selamat jalan Gunawanku, aku pasti kuat dan aku akan terus senang dan tidak akan menangis lagi sesuai permintaanmu. Aku akan terus menyayangimu dan menyimpan semua kenangan indah bersamamu dalam hatiku sampai seribu tahun kemudian aku akan tetap menyimpan itu di dalam hatiku. Terimakasih Gunawanku.

*****
SELESAI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar